Eksistensialisme Si Pincang dan Si Buta


SEMARANG - Sekitar 800 penonton menyaksikan repertoar Ruang Kosong karya Samuel Beckett yang dipentaskan secara kolaborasi Dramalab dan Teater Nawiji di Auditorium IKIP PGRI Semarang, Selasa (18/12).

Produksi berdurasi 45 menit itu pentas dua kali, pukul 16.00 dan 19.00. Drama bertema ”berat” ini berkisah tentang pertemuan seorang kakek buta dengan pria pincang. Keduanya asyik membahas tentang manusia dan eksistensinya di dunia.

Lakon ini juga mempertemukan dua saudara lama yang pernah aktif dalam satu rumah, Teater Gema. Zoex Zabidi sebagai sutradara adalah pelatih teater yang berbasis di IKIP PGRI Semarang itu pada medio 1998-2006. Adapun dua pemain, Turrahmat (Si Buta) dan Khoiri Abdillah (Si Pincang) adalah dua alumni Gema.

Sebuah pentas yang tidak bisa dikunyah dengan renyah memang. Dialog-dialog penuh filosofi nan absurd dari lakon berjudul asli Rough For Theater itu dikemas dengan pendekatan realis oleh Zoek.

”Ya ini naskah sunyi, teater kamar dan berat. Kesulitannya ya bagaimana menerjemahkan absurdisme dalam panggung realis,” katanya.

Tantangan itulah yang menurut Zoek semakin menebalkan semangat untuk menggarapnya. Apalagi naskah-naskah Beckett sangat jarang dimainkan di Semarang. Terakhir Teater Dipo Universitas Diponegoro memainkan karya Beckett Manusia Adi Manusia pada 2006.

Menurut Zoek, rencananya Ruang Kosong akan dimainkan di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang pada Januari mendatang dilanjutkan pentas keliling ke di Solo dan Yogyakarta.

”Melalui pentas ini kita bisa belajar bagaimana memaknai eksistensi manusia. Jika sebagai manusia kita saling menghargai manusia maka tidak akan ada pertentangan, konflik, maupun perang antaretnis dan agama,” tandas Zoek. (Anton Sudibyo-69)

source: Suara Merdeka